Berita

17 Triliun Uang urunan Rakyat Jawa Barat Habis untuk Operasional dan Bayar Birokrat, Rakyat Kebagian Sisa!

×

17 Triliun Uang urunan Rakyat Jawa Barat Habis untuk Operasional dan Bayar Birokrat, Rakyat Kebagian Sisa!

Sebarkan artikel ini

BANDUNG, voxasia.id– Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat Tahun 2025 menyisakan ironi. Alih-alih menyejahterakan rakyat, lebih dari Rp19,4 triliun atau sekitar 63% dari total pendapatan Pemprov justru dihabiskan untuk belanja operasional: membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas birokrasi.

Pendapatan dari pajak daerah Jawa Barat mencapai Rp17 triliun—buah dari kerja keras masyarakat.
Namun ironis, belanja operasional untuk membiayai birokrasi dan aparatur sipil negara justru mencapai Rp19,4 triliun, melebihi total penerimaan pajak daerah.

Alih-alih mencatatkan surplus, APBD Jawa Barat 2025 pun justru mengalami defisit sebesar Rp76,58 miliar.
Dengan pendapatan hanya sebesar Rp30,82 triliun, sementara belanja daerah menembus angka Rp30,91 triliun, muncul pertanyaan serius:
Untuk siapa sebenarnya anggaran ini disusun?

Mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2025, belanja operasional Pemprov mencapai Rp19,4 triliun dari total pendapatan pasca perubahan sebesar Rp30,8 triliun. Sementara itu, belanja modal memang meningkat dari Rp1,7 triliun menjadi Rp4,1 triliun, namun belum cukup untuk mengimbangi besarnya belanja rutin birokrasi. Lebih mengkhawatirkan lagi, belanja transfer ke daerah justru dipangkas dari Rp7,9 triliun menjadi Rp6,6 triliun, yang berpotensi menghambat pembangunan di wilayah-wilayah penyangga.

Kondisi ini menuai kritik dari masyarakat sipil. Raden Astapraja, pengamat anggaran dari Paguyuban Muda Jawa Barat, menyebut bahwa alokasi ini bertentangan dengan semangat efisiensi nasional yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.

“Ini jelas bentuk abai terhadap mandat efisiensi nasional. Pemerintah daerah masih lebih sibuk membiayai kenyamanan birokrasi daripada menghadirkan pelayanan publik yang nyata,” kata Raden.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.1/640/SJ sebelumnya telah menegaskan agar kepala daerah memangkas pengeluaran tak produktif seperti seremoni, perjalanan dinas, dan honorarium tim teknis. Namun pelaksanaannya di Jawa Barat dinilai tidak mencerminkan kesungguhan.

“Kami menuntut Gubernur dan DPRD Jawa Barat untuk segera mengoreksi arah anggaran. Kalau 63 persen APBD habis untuk urusan internal, lalu di mana posisi rakyat?” tegas Raden.

Dengan kondisi ini, muncul pertanyaan besar: Untuk siapa sebenarnya anggaran Jawa Barat dirancang? Apakah untuk melayani masyarakat atau sekadar mempertahankan kenyamanan elite birokrasi?

Jika Pemprov Jawa Barat tidak segera melakukan reorientasi anggaran sesuai arahan nasional, maka cita-cita menurunkan stunting, menciptakan ketahanan pangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat hanya akan menjadi slogan kosong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *