Jakarta, voxasia.id – Judi online di Indonesia bukan lagi sekadar penyakit sosial. Ia telah menjelma menjadi raksasa ekonomi gelap bernilai kuadriliunan rupiah. Data yang dirilis oleh Perupadata menunjukkan lonjakan transaksi yang luar biasa selama delapan tahun terakhir. Pada tahun 2025, total transaksi diperkirakan mencapai Rp1.200 triliun, atau setara dengan 1,2 kuadriliun rupiah—angka yang menggambarkan kegagalan sistematis dalam pengawasan ruang digital.
Kenaikan ini bukan lonjakan biasa. Di tahun 2017, nilai transaksi masih berada di Rp2 triliun. Namun sejak saat itu, grafiknya menanjak drastis:
2018: Rp4 triliun
2019: Rp6,2 triliun
2020: Rp15,8 triliun
2021: Rp57,9 triliun
2022: Rp101,4 triliun
2023: Rp327 triliun
2024: Rp980 triliun
2025: Rp1.200 triliun
Artinya, hanya dalam delapan tahun, transaksi judi online di Indonesia meningkat hampir 600 kali lipat. Pertanyaannya: di mana negara selama ini?
Pemerintah memang telah menyatakan sikap tegas. Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Indonesia secara resmi melarang segala bentuk praktik judi online. Bahkan, konten yang mempromosikan atau memfasilitasi judi digital dikategorikan sebagai aktivitas ilegal. Influencer yang mempromosikan link atau situs judi mulai ditindak. Namun, melihat fakta di lapangan, kebijakan ini tampak lebih reaktif daripada preventif.
Judi online tidak lagi hanya disebarkan melalui situs atau iklan mencolok. Modus baru justru menyusup lewat jaringan telekomunikasi, layanan pesan instan, hingga grup tertutup di media sosial. Kecepatan perputaran jaringan ini jauh melampaui kecepatan penindakan yang dilakukan.
Lalu, bagaimana aktivitas ilegal ini bisa tumbuh begitu besar di negara yang jelas-jelas melarangnya? Ada beberapa faktor. Pertama, celah dalam pengawasan digital yang belum sepenuhnya terintegrasi antar lembaga. Kedua, motif ekonomi dan kemudahan akses terhadap platform digital membuat masyarakat mudah tergoda. Ketiga, lemahnya penindakan terhadap aktor-aktor besar—seperti pemilik situs dan jaringan afiliasi—membiarkan industri ini tumbuh subur tanpa kontrol berarti.
Lebih ironis lagi, banyak korban dari ledakan judi online ini berasal dari generasi muda. Terpikat oleh janji kemenangan cepat, mereka terjerat utang dan mengalami kerusakan mental yang tidak ringan. Sementara itu, keuntungan besar dari bisnis ini terus mengalir kepada pihak-pihak yang tak tersentuh hukum.
Ketika transaksi judi online sudah menyentuh angka kuadriliunan, masyarakat pantas bertanya: apakah ini sekadar kelalaian, atau ada pembiaran yang disengaja? Jika langkah konkret tidak segera dilakukan secara menyeluruh dan sistematis, industri ilegal ini akan terus tumbuh dan menjadi ancaman serius bagi masa depan sosial dan ekonomi bangsa.