Bandung, 29 Mei 2025 — Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai sorotan setelah diketahui bahwa alokasi anggaran untuk biaya makan dan minum pejabat dalam kegiatan rapat mencapai Rp110,46 miliar, jauh melampaui anggaran cadangan pangan yang hanya sebesar Rp46 miliar.
Anggaran fantastis ini tercantum dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kelima atas Pergub Nomor 30 Tahun 2024 tentang penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Berdasarkan dokumen resmi, pos belanja makanan dan minuman rapat dikodekan dalam rekening 5.1.02.01.01.0052, dengan total nilai Rp110.460.880.360,54.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyebutnya sebagai bagian dari pertimbangan skala prioritas. Menurutnya, Pemprov Jabar menerima banyak laporan masyarakat terkait kerusakan infrastruktur, khususnya jalan, sehingga sebagian besar anggaran dialihkan untuk perbaikan sarana dasar tersebut.
“Ini hanya masalah skala prioritas saja, hanya masalah waktu. Persoalan lainnya tentu tetap kami perhatikan,” kata Herman dalam konferensi pers di Bandung pada 22 April 2025, dikutip dari Antara.
Namun, pernyataan ini justru memicu kritik dari kalangan masyarakat sipil dan akademisi yang menilai bahwa ketahanan pangan seharusnya menjadi prioritas utama, terlebih dalam kondisi ekonomi yang masih rentan dan tantangan krisis iklim yang terus meningkat.
Kebijakan Ini Tidak Sejalan dengan Instruksi Presiden
Salah satu kritik keras datang dari Deden, aktivis pangan dari koordinator Komunitas MSP (Mari Sejahterakan Petani) jawa barat. Ia menyebutkan bahwa alokasi anggaran makan-minum yang besar sangat jauh dari dan cadangan pangan mencerminkan prioritas yang tidak selaras dengan arahan nasional.
“Kami menilai alokasi anggaran belanja makanan dan minuman rapat yang mencapai lebih dari Rp110 miliar—jauh melampaui anggaran cadangan pangan sebesar Rp46 miliar—merupakan bentuk pengingkaran terhadap semangat efisiensi anggaran yang secara tegas telah ditekankan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025,” ujar Deden.
Dalam Inpres tersebut, Presiden meminta pembatasan belanja untuk kegiatan seremonial, studi banding, publikasi, seminar, dan FGD yang tidak berdampak langsung pada masyarakat. Instruksi itu diperkuat dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900.1.1/640/SJ, yang mengarahkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana kerja dengan prioritas pembangunan, termasuk dukungan terhadap swasembada pangan.
“Bagaimana mungkin kita bicara soal swasembada jika cadangan pangan—yang merupakan fondasi dasar ketahanan pangan—justru diberi porsi paling kecil dalam struktur APBD?” lanjutnya.
Data Pangan Jawa Barat Jadi Alarm Serius
Jawa Barat merupakan provinsi terpadat di Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta jiwa. Menurut studi dari IPB University (Garini, Aisyah Husnia, 2024), cadangan beras provinsi diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 0,1%, dari 24.273 ton menjadi 24.181 ton. Sementara itu, kebutuhan beras juga diperkirakan turun dari 4,86 juta ton menjadi 4,84 juta ton pada periode 2019–2024.
Namun, penurunan tersebut bukanlah sinyal keberhasilan.
“Tren ini bukan berarti kebutuhan pangan masyarakat sudah aman. Sebaliknya, bisa mencerminkan penurunan daya beli, perubahan pola konsumsi paksa, atau krisis produksi pangan lokal,” tegas Deden.
Ia mengingatkan bahwa dalam situasi global yang tidak menentu—mulai dari krisis iklim, inflasi harga bahan pokok, hingga kerentanan logistik—pemerintah daerah seharusnya menjadikan ketahanan pangan sebagai garda terdepan pembangunan, bukan hanya pelengkap.
Dari total efisiensi anggaran yang dilakukan Pemprov Jabar sebesar Rp5,1 triliun, hanya kurang dari 1% yang dialokasikan untuk cadangan pangan. Perbandingan ini dianggap mencolok dan tidak mencerminkan komitmen untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat.
“Ini bukan sekadar angka, ini tentang arah kebijakan dan keberpihakan. Jika belanja makan pejabat lebih penting dari cadangan pangan rakyat, maka ada yang sangat keliru dalam sistem penganggaran kita,” pungkas Deden.
Rincian APBD Provinsi Jawa Barat 2025
Pendapatan Daerah:
Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp19.307.785.060.631
Pendapatan Transfer: Rp11.498.429.351.300
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah: Rp23.194.776.000
Belanja Daerah:
Belanja Operasi: Rp19.418.686.646.664
Belanja Modal: Rp4.176.567.377.056,92
Belanja Tidak Terduga: Rp633.750.186.858
Belanja Transfer: Rp6.676.986.865.544
Informasi ini bersumber dari dokumen resmi Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan kelima atas Pergub Nomor 30 Tahun 2024 terkait penjabaran APBD Tahun Anggaran 2025.