Pendidikan

Gaji Dosen Indonesia Paling Rendah di Asia Tenggara

×

Gaji Dosen Indonesia Paling Rendah di Asia Tenggara

Sebarkan artikel ini

Voxasia.id | 31 Mei 2025

Di balik semangat Merdeka Belajar dan jargon Kampus Merdeka, terdapat satu kelompok yang perlahan kehilangan kebebasan paling mendasar, yaitu kebebasan dari beban ekonomi. Kelompok ini adalah para dosen—sosok yang sering dianggap agen perubahan, tetapi sebenarnya bergulat dengan realitas yang getir.

Para dosen menopang dunia pendidikan tinggi dari balik layar kelas dan jurnal ilmiah. Namun, kini sistem semakin menekan posisi mereka. Sistem menuntut banyak hal, tetapi hanya memberi sedikit imbalan. Ironisnya, penghargaan moral terhadap profesi ini tidak diikuti oleh pengakuan ekonomi yang layak.

Pergeseran Orientasi Akademik Menjadi Korporatis
Sejak pemerintah menerapkan status PTN-BH dan otonomi kampus, banyak universitas terpaksa mencari dana sendiri. Untuk bertahan, mereka mengikuti logika pasar. Akibatnya, orientasi akademik berangsur-angsur bergeser menjadi korporatis, di mana program yang tidak “menghasilkan” secara finansial akan disisihkan. Oleh sebab itu, para dosen harus bekerja lebih keras dengan jaminan yang semakin tipis. Komersialisasi kampus melemahkan posisi mereka dalam ekosistem pendidikan.

Gaji Dosen Indonesia Paling Rendah di Asia Tenggara
Menurut survei Litbang Kompas yang dirilis 21 Mei 2025, rata-rata penghasilan dosen Indonesia menempati peringkat terendah di Asia Tenggara. Mereka hanya menerima sekitar 207 dolar AS per bulan, atau setara Rp3,3 juta, jumlah yang hampir tidak mencukupi kebutuhan hidup di kota besar.

Sebaliknya, dosen di Singapura memperoleh gaji hingga $5.262 per bulan. Bahkan, di Kamboja, gaji mereka enam kali lebih tinggi daripada di Indonesia.

Perbandingan gaji bulanan dosen (dalam USD):

Singapura: $5.262

Brunei: $1.433

Kamboja: $1.366

Thailand: $1.348

Malaysia: $1.126

Vietnam: $650

Filipina: $471

Indonesia: $207

Dengan penghasilan sekitar Rp3,3 juta, daya beli dosen Indonesia sangat rendah. Jika dihitung berdasarkan beras, mereka hanya mampu membeli 143 kilogram per bulan, jauh di bawah Kamboja yang mencapai 3.253 kilogram.

Struktur Gaji Belum Menenangkan
Pemerintah memang menaikkan gaji PNS sebesar 8% melalui PP No. 5 Tahun 2024, termasuk untuk dosen pegawai negeri. Namun, kenaikan ini belum cukup signifikan untuk mengubah kondisi.

Berikut rincian gaji pokok dosen:

Golongan III:

IIIa: Rp2.785.700 – Rp4.575.200

IIIb: Rp2.903.600 – Rp4.768.800

IIIc: Rp3.026.400 – Rp4.970.500

IIId: Rp3.154.400 – Rp5.180.700

Golongan IV:

IVa: Rp3.287.800 – Rp5.399.900

IVb: Rp3.426.900 – Rp5.628.300

IVc: Rp3.571.900 – Rp5.866.400

IVd: Rp3.723.000 – Rp6.114.500

IVe: Rp3.880.400 – Rp6.373.200

Selain gaji pokok, dosen mendapatkan beberapa tunjangan seperti Tunjangan Profesi (bagi dosen bersertifikat), Tunjangan Khusus (untuk daerah 3T), Tunjangan Kehormatan (untuk profesor), dan Tunjangan Tugas Tambahan (untuk jabatan struktural).

Namun, besaran tunjangan belum menutupi kekurangan. Misalnya, rektor bergelar guru besar hanya menerima tunjangan Rp5,5 juta per bulan, sementara dekan mendapatkan Rp4 juta, dan direktur politeknik Rp1,35 juta.

Beban Kerja Berat Tanpa Perlindungan Memadai
Selain penghasilan terbatas, dosen harus menghadapi beban kerja yang berat dan berlapis. Mereka harus memenuhi berbagai indikator kinerja, seperti publikasi ilmiah, akreditasi, dan jumlah sitasi, tanpa mendapatkan kompensasi yang layak.

Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 menetapkan beban kerja dosen mencakup:

Merancang dan melaksanakan pembelajaran

Membimbing dan mengevaluasi mahasiswa

Melakukan penelitian

Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat

Menjalankan tugas administratif

Dosen juga tetap boleh mengajar di perguruan tinggi lain, tetapi hanya dengan izin resmi dari institusi asal.

Krisis Regenerasi Profesi Dosen Mengintai
Rendahnya kesejahteraan dan tingginya beban kerja membuat profesi dosen semakin kurang diminati. Banyak lulusan terbaik memilih jalur karier lain yang menawarkan penghasilan dan kepastian masa depan lebih baik.

Jika pemerintah dan pemangku kepentingan tidak segera mengambil langkah konkret, Indonesia berisiko menghadapi krisis regenerasi dosen dalam waktu dekat.

Reformasi Sistem Penggajian dan Beban Kerja Mendesak
Dosen merupakan fondasi pendidikan tinggi berkualitas. Namun, penghargaan terhadap peran vital mereka belum sepadan dengan beban dan tanggung jawab yang mereka pikul.

Oleh karena itu, pemerintah dan pemangku kepentingan harus segera mengevaluasi sistem penggajian, tunjangan, dan beban kerja dosen. Tanpa reformasi yang nyata, masa depan pendidikan tinggi Indonesia akan menghadapi tantangan berat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *