Perluasan Lahan Sawit Prabowo Dinilai Merugikan Lingkungan dan Bertentangan dengan Komitmen Pengurangan Emisi

JAKARTA – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas lahan sawit di Indonesia kembali menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Meski alasan utama dari rencana ini adalah untuk mendukung swasembada energi nasional, para aktivis lingkungan menilai langkah ini justru akan semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita untuk menurunkan emisi karbon dan melaksanakan transisi energi yang berkelanjutan.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menegaskan bahwa pembukaan lahan untuk perluasan industri kelapa sawit, dengan alasan apapun, berpotensi membawa dampak lingkungan yang sangat merugikan. “Pembukaan lahan hutan akan melepaskan emisi karbon dan semakin memperparah krisis iklim yang sudah terjadi. Ancaman kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan akan semakin tinggi. Ini adalah langkah yang tidak hanya merugikan alam, tetapi juga melanggar komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi,” ungkap Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 10 Januari 2025.

Iqbal mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 yang menegaskan komitmen negara untuk mengurangi emisi karbon dan berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim global. Namun, perluasan lahan sawit justru akan bertentangan dengan upaya tersebut.

Selain itu, Sartika Nur Shalati, Policy Strategist dari CERAH, menyebutkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo yang menyebutkan bahwa sawit tidak akan menyebabkan deforestasi adalah keliru. “Sawit bersifat monokultur yang tidak hanya menghancurkan hutan sebagai ekosistem alami bagi keanekaragaman hayati, tetapi juga merusak tanah dan sistem hidrologi. Ini bukan hanya soal hilangnya hutan, tetapi juga kerusakan lingkungan yang lebih luas,” tegas Sartika.

Perluasan lahan sawit, menurut Sartika, tidak hanya membahayakan keanekaragaman hayati, tetapi juga mengancam keberadaan lahan gambut. Lahan gambut memiliki peran penting sebagai penyerap emisi karbon alami. Dengan luas ekosistem gambut Indonesia yang mencapai 24,66 juta hektar – salah satu yang terluas di dunia – perluasan perkebunan sawit di wilayah gambut berpotensi mengeringkan lahan tersebut dan meningkatkan risiko kebakaran hutan, yang pada akhirnya akan meningkatkan emisi karbon.

Diperkirakan sekitar 3 juta hektar atau 19 persen dari total perkebunan sawit Indonesia berada di wilayah gambut. Jika ekspansi lahan sawit terus dilakukan, potensi kebakaran pada musim kemarau pun semakin besar, yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon Indonesia.

Dalam konteks ini, meski alasan untuk swasembada energi dan ketahanan pangan kerap dikemukakan, banyak pihak yang menilai bahwa rencana perluasan lahan sawit lebih banyak menguntungkan industri sawit dan segelintir pihak, sementara dampak negatifnya terhadap lingkungan dan komitmen iklim Indonesia sangat besar.

Sebagai negara yang telah berkomitmen dalam perjanjian internasional dan berupaya untuk menurunkan emisi serta beralih ke energi yang lebih bersih, Indonesia kini dihadapkan pada dilema antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan komitmen untuk keberlanjutan lingkungan yang lebih panjang. Apakah rencana perluasan lahan sawit akan mendukung tujuan tersebut atau justru semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita transisi energi yang lebih hijau, hanya waktu yang akan menjawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *