Sebuah penelitian yang dirilis oleh CELIOS (Center of Economic and Law Studies) mengungkapkan Penilaian kinerja menteri Kabinet Merah Putih yang dilakukan oleh lembaga independen menunjukkan hasil yang beragam, dengan beberapa menteri mencatat skor negatif akibat berbagai persoalan yang membayangi kebijakan dan implementasi program mereka. Evaluasi ini mencakup empat sektor utama: Ekonomi, Lingkungan dan Energi, Sosial Politik, serta Hukum dan HAM. Berikut analisis kinerja menteri dengan skor terendah di masing-masing sektor.
Sektor Ekonomi: Kurangnya Terobosan dan Kontroversi Kebijakan
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menjadi sosok dengan skor terendah di sektor ini dengan nilai -39. Kritikan terhadapnya meliputi minimnya terobosan dalam pengelolaan koperasi, yang dinilai stagnan dan kurang relevan dengan perkembangan zaman. Responden menilai tidak ada inisiatif baru yang mampu menjawab tantangan sektor UMKM, khususnya di tengah disrupsi digital.
Zulkifli Hasan, Menteri Koordinator Bidang Pangan, juga mencatat skor buruk (-16), terutama karena kontroversi kebijakan terkait ketahanan pangan. Program seperti food estate yang menuai kritik, serta ketidaksesuaian antara janji pemerintah untuk tidak melakukan impor dengan realitas di lapangan, memunculkan keraguan publik terhadap konsistensi kebijakan sektor pangan.
Sektor Lingkungan dan Energi: Risiko Deforestasi dan Ketidakjelasan Transisi Energi
Di sektor Lingkungan dan Energi, Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan, mencatat skor terendah dengan nilai -45. Kritik terbesar diarahkan pada kemunduran dalam pengelolaan konservasi hutan, termasuk risiko deforestasi akibat implementasi program ketahanan pangan yang dinilai kurang matang. Selain itu, kontribusinya dalam mendukung transisi energi bersih juga dinilai tidak signifikan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, dengan skor -25, mendapat sorotan tajam terkait lambannya upaya transisi energi bersih, termasuk ketidakjelasan pemensiunan PLTU batu bara pasca-G20 Brasil. Kinerja kementeriannya dianggap belum mampu menghadirkan solusi konkret terhadap tantangan perubahan iklim dan kebutuhan energi masa depan.
Sektor Sosial Politik: Kebijakan yang Tidak Responsif
Di sektor ini, Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, mencatat nilai -29. Kebijakan kontroversial terkait pembangunan desa memicu kritik luas, ditambah dugaan konflik kepentingan yang mencuat di awal masa jabatannya. Kinerja kementeriannya dinilai kurang memberikan dampak positif dalam mengatasi ketimpangan pembangunan di daerah terpencil.
Fadli Zon, Menteri Kebudayaan, juga mendapat kritik dengan skor -16. Publik menyoroti kebijakannya yang dianggap membatasi ruang gerak seni dan kebebasan berekspresi, sehingga menciptakan sentimen negatif terhadap arah kebijakan budaya di Indonesia.
Sektor Hukum dan HAM: Krisis Kepemimpinan dan Arah Kebijakan
Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mencatat skor terendah di sektor Hukum dan HAM dengan nilai -35. Kritik terhadapnya mencakup kurangnya arah kebijakan yang jelas, lambatnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, serta kontroversi yang memperburuk persepsi publik. Responden menilai kementeriannya gagal menjadi garda terdepan dalam melindungi hak asasi manusia.
Di posisi selanjutnya, Arifatul Choiri Fauzi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mencatat skor -8. Ketidakhadirannya dalam merespons isu-isu besar terkait anak dan perempuan menjadi sorotan tajam, termasuk kegagalan menangani kasus besar yang belakangan menjadi perhatian publik.
Analisis Kritis: Arah Kebijakan yang Perlu Diperbaiki
Evaluasi ini menyoroti beberapa permasalahan mendasar dalam kinerja kabinet:
- Kurangnya Konsistensi Kebijakan: Beberapa menteri menunjukkan ketidaksesuaian antara janji politik dan implementasi kebijakan, yang menimbulkan ketidakpercayaan publik.
- Minimnya Inovasi: Banyak kementerian gagal memperkenalkan terobosan baru yang relevan dengan tantangan zaman, seperti digitalisasi koperasi atau transisi energi bersih.
- Responsivitas yang Rendah: Respons terhadap isu-isu mendesak, seperti HAM, ketahanan pangan, dan pembangunan desa, dinilai lambat dan tidak optimal.
Rekomendasi: Menuju Perbaikan Kinerja Kabinet
Melihat skor rendah dari sejumlah menteri, penting bagi pemerintah untuk segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja mereka. Reshuffle kabinet dapat menjadi langkah yang dipertimbangkan untuk memastikan bahwa setiap sektor memiliki pemimpin yang kompeten dan mampu memenuhi kebutuhan publik.
Selain itu, transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan serta pengawasan kebijakan perlu ditingkatkan untuk membangun kembali kepercayaan publik. Evaluasi ini menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa keberhasilan kabinet tidak hanya ditentukan oleh retorika, tetapi juga oleh implementasi nyata di lapangan.
CELIOS (Center of Economic and Law Studies) adalah lembaga penelitian independen yang fokus pada kajian makro-ekonomi, keadilan fiskal, transisi energi, dan kebijakan publik. CELIOS memiliki dedikasi untuk mendorong reformasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik, menciptakan ekonomi rendah karbon dan pelibatan aktif dari masyarakat terdampak pembangunan.