AnalisisEkonomiTokoh

Dedi Mulyadi: Korupsi Kultural dan Struktural, Hambatan Pembangunan yang Harus Diberantas

×

Dedi Mulyadi: Korupsi Kultural dan Struktural, Hambatan Pembangunan yang Harus Diberantas

Sebarkan artikel ini
Sumber: YouTube Dedi Mulyadi Channel, 28 Januari 2025

Subang,voxasia.id Dedi Mulyadi, Gubernur terpilih Jawa Barat, mengungkapkan pandangannya mengenai isu korupsi yang masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan anggaran negara. Menurutnya, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan undang-undang dan merugikan rakyat, namun ia menekankan bahwa terdapat dua jenis korupsi yang perlu mendapatkan perhatian serius, yakni korupsi kultural dan korupsi struktural.

Dedi menjelaskan bahwa korupsi kultural lebih mengarah pada praktik yang terjadi dalam pengadaan barang atau proyek yang tidak sesuai dengan tujuan awal. Ia memberikan contoh pengadaan laptop untuk pegawai negeri, di mana anggaran yang dialokasikan bisa mencapai angka fantastis seperti 100 miliar, namun laptop yang dibeli justru tidak dimanfaatkan sesuai kebutuhan. “Meskipun ada laptopnya, jika fungsi dan manfaatnya tidak sesuai dengan tujuan, negara mengalami kerugian yang sangat besar. Dalam kasus ini, kerugian negara bisa mencapai jumlah yang sama dengan anggaran pengadaan,” ujar Dedi.

Selain itu, Dedi juga membahas korupsi struktural, yang sering kali terjadi dalam proyek-proyek besar seperti pembangunan infrastruktur. Ia menggambarkan bagaimana proses belanja pembangunan, seperti proyek jalan, sering kali mengalami kebocoran yang merugikan negara. “Misalnya, dari total anggaran 100 miliar untuk pembangunan jalan, ada kebocoran hingga 15 miliar. Sisa 85 miliar pun sering kali tidak digunakan sepenuhnya untuk tujuan yang dimaksud,” ungkap Dedi, 28 Januari 2025

Dedi melanjutkan dengan menjelaskan mekanisme penganggaran yang sering kali membuat dana yang sampai ke proyek tidak optimal. “Dalam anggaran 10 miliar untuk pembangunan, setelah dipotong biaya umum sekitar 5%, yang tersisa hanya 9,5 miliar. Kemudian, ada pemotongan PPN sekitar 12%, sehingga sisa dana untuk proyek tersebut hanya sekitar 8,36 miliar,” jelasnya. Tak hanya itu, dalam proses penurunan harga atau negosiasi proyek, potongan lebih lanjut terjadi, sehingga yang diterima kontraktor untuk pembangunan proyek hanya sekitar 70% dari total anggaran.

“Ini adalah kenyataan yang sering terjadi dalam proyek pembangunan. Dari 7 miliar yang akhirnya diterima kontraktor, mereka masih mengambil keuntungan sekitar 15%, yang semakin mengurangi efektivitas penggunaan anggaran,” tambah Dedi.

Pandangan Dedi Mulyadi mengenai korupsi kultural dan struktural menyentuh akar masalah dalam pengelolaan anggaran yang sering kali tidak efisien dan justru merugikan negara. Korupsi kultural, seperti yang dijelaskan Dedi, bisa sangat merusak meskipun tidak selalu melibatkan penyelewengan dana secara langsung. Misalnya, pengadaan barang yang tidak efektif atau tidak sesuai dengan tujuan utama dapat menyebabkan pemborosan besar, yang akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan publik. Hal ini menunjukkan bahwa peran pengawasan dan transparansi sangat penting untuk memastikan bahwa anggaran digunakan dengan tepat sasaran.

Di sisi lain, korupsi struktural yang melibatkan kebocoran anggaran pada proyek besar juga menjadi sorotan. Dedi mengungkapkan bahwa kebocoran dana pada proyek infrastruktur bisa sangat besar, yang seringkali membuat hasil akhir dari proyek tersebut tidak sesuai dengan harapan. Fenomena ini tidak hanya mengurangi efektivitas pembangunan, tetapi juga memperburuk kualitas infrastruktur yang akan digunakan oleh masyarakat. Pemotongan anggaran pada setiap tahapan proyek, mulai dari biaya umum hingga keuntungan kontraktor, menunjukkan betapa rumit dan terfragmentasinya sistem penganggaran yang ada.

Pernyataan Dedi juga menyoroti kelemahan sistem akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara. Dalam banyak kasus, proyek yang direncanakan dengan anggaran besar sering kali berakhir dengan kualitas yang jauh dari harapan, bahkan setelah adanya berbagai potongan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas proyek itu sendiri. Maka dari itu, untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih, diperlukan reformasi mendalam dalam sistem penganggaran dan pengadaan barang/jasa, serta penguatan pengawasan terhadap setiap tahapan proyek.

Dedi Mulyadi, yang baru terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat, berkomitmen untuk melakukan perubahan ini di tingkat provinsi. Ia berharap, dengan fokus pada transparansi dan akuntabilitas, anggaran yang ada dapat lebih tepat sasaran, sehingga pembangunan di Jawa Barat dapat berjalan lebih efektif dan bermanfaat langsung untuk masyarakat.

Sebagai Gubernur terpilih Jawa Barat, Dedi berkomitmen untuk membawa perubahan dan memperbaiki sistem yang ada, dengan harapan dapat mengurangi praktik korupsi di setiap level pemerintahan dan mendorong terciptanya pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.

Sumber: YouTube Dedi Mulyadi Channel, 28 Januari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *