Munich, 31 Mei 2025. Sabtu malam waktu setempat, atau Minggu dini hari WIB, Allianz Arena akan menjadi saksi salah satu pertandingan paling ditunggu di kalender sepak bola Eropa: final Liga Champions antara Paris Saint-Germain dan Inter Milan. Dua klub dengan identitas dan sejarah berbeda kini berdiri berdampingan, sama-sama berada di ambang kejayaan.
Dua Jalan Menuju Munich
Inter Milan lebih dulu memastikan tempat di final. Kemenangan agregat 7-6 atas Barcelona di semifinal mencerminkan kekacauan indah dan kekuatan mental pasukan Simone Inzaghi. Satu malam berselang, PSG melengkapi pasangan finalis usai menyingkirkan Arsenal dengan skor agregat 3-1. Perjalanan yang terasa seperti pendewasaan instan bagi skuad muda mereka.
PSG datang membawa mimpi: meraih gelar Liga Champions pertama. Trofi itu selalu menjauh, seolah hanya bisa disentuh, tapi tak pernah digenggam. Di sisi lain, Inter tiba dengan warisan dan luka. Tiga kali menjuarai Eropa, tetapi masih dihantui kegagalan di final 2023 saat melawan Manchester City.
Munich, Panggung Bersejarah
Stadion ini bukan sekadar venue. Secara resmi bernama Munich Football Arena, markas Bayern München terakhir kali menjadi tuan rumah final Liga Champions pada 2012. Kala itu, Chelsea menaklukkan Bayern lewat adu penalti. Malam yang pahit bagi publik tuan rumah.
Kini atmosfernya berbeda. Secara teknis netral, tetapi emosinya tetap bergelora. Munich siap menulis cerita baru.
Inter: Luka Lama, Harapan Baru
Di skuad Inter, ada nuansa “sekarang atau tidak sama sekali.” Francesco Acerbi, 37 tahun, menjadi simbol veteran yang ingin menutup karier dengan kejayaan. Gol penyama kedudukannya di detik akhir melawan Barcelona memperpanjang napas Nerazzurri. Momen yang terasa ditulis oleh takdir.
Namun, musim mereka juga berisi luka. Dominasi domestik yang sempat digenggam akhirnya direbut Napoli. Kekalahan dari AC Milan di semifinal Coppa Italia pun menjadi pukulan lain. Kini, hanya final ini yang tersisa. Mungkin satu-satunya jalan untuk menyelamatkan musim yang nyaris sempurna.
“Di laga ini, tidak ada ruang untuk kesalahan,” tegas Simone Inzaghi. Masa depannya pun tak pasti, seiring rumor ketertarikan dari klub-klub Timur Tengah.
PSG: Antara Risiko dan Regenerasi
Berbanding terbalik, PSG tiba di Munich dalam kondisi yang nyaris terlalu ideal. Setelah lolos ke final, Luis Enrique memberi para pemain utamanya waktu istirahat hampir sepekan penuh. Keputusan ini memicu perdebatan. Apakah mereka akan tampil segar, atau justru kehilangan ritme?
Ousmane Dembélé dan Gianluigi Donnarumma minim menit bermain dalam tiga pekan terakhir. Sebaliknya, pemain muda seperti Bradley Barcola terus mencetak gol dan memanfaatkan momentum.
Ini adalah PSG termuda dalam satu dekade terakhir. Hanya Marquinhos dan Kimpembe yang punya pengalaman bermain di final Liga Champions. Sisanya akan melangkah ke panggung terbesar dalam karier mereka untuk pertama kalinya.
Benturan Dua Dunia
Inter dibangun dengan efisiensi. Skuad ramping, pemain berpengalaman, dan fleksibilitas taktik menjadi ciri khas Inzaghi. Mereka tampil sebagai tim yang solid dan hampir tidak pernah tertinggal sepanjang turnamen.
Sebaliknya, PSG adalah proyek besar yang masih mencari bentuk ideal. Luis Enrique membawa pendekatan berbeda: manajemen emosi, kedalaman rotasi, dan filosofi menyerang. Ini bukan lagi PSG yang bergantung pada satu-dua bintang. Mereka kini bermain sebagai kolektif.
Namun, kritik tetap mengiringi. “Mereka terlalu nyaman dalam beberapa pekan terakhir,” ujar seorang mantan staf medis klub. “Kondisi kompetitif itu tidak bisa disimulasikan dalam latihan.”
Lebih dari Sekadar Trofi
Final ini menyimpan arti lebih besar dari sekadar piala. Jika menang, Inter akan menjadi klub Italia pertama yang menjuarai Liga Champions sejak mereka sendiri melakukannya di bawah José Mourinho pada 2010.
Bagi PSG, ini adalah kesempatan menepis anggapan bahwa mereka hanya klub kaya tanpa mental juara. Kemenangan bisa menjadi awal perubahan narasi.
“Trofi ini bisa mengubah karier kami,” kata Alessandro Bastoni. “Kami ingin meninggalkan jejak, bukan hanya dalam sejarah klub, tapi dalam sejarah sepak bola.”
Kapten Inter, Lautaro Martínez, menegaskan bahwa timnya kini lebih dewasa. “Kami belajar dari Istanbul. Kami tahu sakitnya kalah di final, dan kami tak ingin itu terulang.”
Prediksi Susunan Pemain
Paris Saint-Germain (4-3-3): Gianluigi Donnarumma; Achraf Hakimi, Marquinhos, Willian Pacho, Nuno Mendes; Joao Neves, Vitinha, Fabian Ruiz; Khvicha Kvaratskhelia, Ousmane Dembélé, Bradley Barcola.
Inter Milan (3-5-2): Yann Sommer; Benjamin Pavard, Francesco Acerbi, Alessandro Bastoni; Denzel Dumfries, Nicolo Barella, Hakan Calhanoglu, Henrikh Mkhitaryan, Federico Dimarco; Lautaro Martínez, Marcus Thuram.
Pertandingan: PSG vs Inter Milan
Venue: Allianz Arena, München
Waktu: Minggu, 1 Juni 2025
Jam kick off: 02:00 WIB
Siaran langsung: SCTV, beIN Sports 1
Live streaming: Vidio – Klik tautan ini