Jakarta, 1 Juni 2025 — Ketika dunia mulai merasa lega dari pandemi yang melumpuhkan aktivitas global selama lebih dari dua tahun, ancaman baru kembali muncul. Sejumlah negara Asia melaporkan lonjakan kasus COVID-19, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan dengan keras, sementara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) bergerak cepat mengambil langkah.
Kemenkes RI Terbitkan Instruksi Siaga Nasional
Pada 23 Mei 2025, Kemenkes RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor SR.03.01/C/1422/2025 yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Murti Utami. Surat itu menjadi respons atas lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia, seperti Hong Kong, Singapura, China, Thailand, dan Malaysia.
Surat edaran tersebut mendorong seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan deteksi dini, melaporkan secara aktif, dan memperkuat kesiapsiagaan. Sistem respons nasional diperkuat mulai dari laboratorium hingga rumah sakit rujukan agar mampu mengantisipasi potensi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Lonjakan Global Menurut WHO: Asia Jadi Episentrum Baru
WHO mencatat lonjakan tajam tingkat positivitas global sejak pertengahan Februari 2025 melalui sistem pemantauan GISRS. Dalam laporan tanggal 11 Mei 2025, tingkat positivitas COVID-19 mencapai 11% dari 73 negara dan wilayah yang melaporkan data. Angka ini hampir menyamai lonjakan besar pada Juli 2024 yang mencapai 12%.
Kawasan Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat mengalami peningkatan kasus paling signifikan. Sementara wilayah Afrika, Eropa, dan Amerika masih relatif stabil. Namun, beberapa negara Asia tidak melaporkan data rawat inap, penggunaan ICU, dan angka kematian secara lengkap, sehingga WHO mengalami kesulitan melakukan evaluasi epidemiologis secara menyeluruh.
Varian Baru Bermunculan: Tiap Negara Hadapi Ancaman Berbeda
Virus corona terus bermutasi. Saat ini, varian global bergeser dari LP.8.1 ke NB.1.8.1, yang WHO kategorikan sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Varian ini menyumbang lebih dari 10% dari total sekuens global.
Distribusi varian berbeda di tiap negara. Thailand dan Malaysia didominasi oleh varian XEC dan JN.1. Singapura melaporkan peningkatan varian LF.7 dan NB.1.8. Sementara Indonesia masih didominasi varian MB.1.1 dengan tren kasus menurun, dari 28 kasus menjadi hanya 3 kasus per minggu pada pekan ke-20 tahun ini.
Kondisi di Hong Kong dan Singapura
Hong Kong mencatat rekor tertinggi gelombang baru COVID-19 dalam setahun terakhir. Pada minggu pertama Mei, pihak berwenang mencatat 31 kasus berat dan menemukan peningkatan konsentrasi virus dalam air limbah—indikator kuat penyebaran komunitas.
Situasi ini memengaruhi berbagai sektor, termasuk industri hiburan. Musisi kenamaan Asia, Eason Chan, membatalkan konser di Taiwan setelah ia terkonfirmasi positif COVID-19. Peristiwa ini menandakan sinyal krisis yang mulai menggema di kalangan publik Asia.
Di Singapura, kasus melonjak 28% dalam seminggu terakhir, dengan estimasi mencapai 14.200 kasus baru. Kementerian Kesehatan melaporkan peningkatan rawat inap sebesar 30%. Penurunan kekebalan populasi menjadi penyebab utama. Pemerintah merekomendasikan vaksinasi booster bagi kelompok berisiko tinggi, terutama lansia.
(Sumber: The Economic Times, 16 Mei 2025)
Tanggapan Beragam dari China, Thailand, dan India
China melaporkan lonjakan dua kali lipat tingkat positivitas rumah sakit dalam lima minggu terakhir. Thailand mengalami dua gelombang besar sepanjang 2025, terutama setelah libur Songkran yang memicu mobilitas massal. Kedua negara mempercepat vaksinasi lanjutan untuk menahan penyebaran.
India masih relatif stabil, namun menunjukkan tren kenaikan. Per 30 Mei 2025, kasus aktif tercatat 2.710—naik 511 kasus dari hari sebelumnya. Negara bagian seperti Kerala, Maharashtra, dan Delhi melaporkan peningkatan. Pemerintah India belum menyatakan gelombang baru, tetapi memperketat pemantauan dan pelaporan.
Langkah Strategis Indonesia
Kemenkes RI mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan memperkuat sistem pelaporan kasus dan deteksi varian. Mereka fokus mengantisipasi varian lokal, mencegah penyebaran komunitas, serta meningkatkan kesiapsiagaan jika varian baru berkembang lebih cepat dan agresif.
Langkah ini menandai fase pencegahan dini yang penting agar Indonesia tidak kecolongan jika terjadi lonjakan dalam beberapa bulan mendatang.
WHO Ingatkan Dunia Masih dalam Masa Transisi
WHO menegaskan pandemi belum benar-benar usai. Virus SARS-CoV-2 belum bertransisi penuh menjadi virus endemik yang jinak. Oleh karena itu, mereka mengimbau pelaporan aktif, strategi pengendalian berbasis risiko, dan vaksinasi berkelanjutan tetap sangat diperlukan.
“Kita masih berada dalam masa transisi. Virus ini belum menjadi endemik yang sepenuhnya jinak. Pemantauan aktif tetap krusial.” — WHO
Ancaman yang Tak Boleh Diabaikan
Meski gelombang baru COVID-19 tidak seganas era 2020–2021, virus corona tetap menjadi ancaman kesehatan global. Kombinasi mutasi baru, menurunnya imunitas masyarakat, dan relaksasi pengawasan membuka ruang bagi kebangkitan pandemi.
Pemerintah Indonesia menunjukkan tanggung jawab dengan langkah cepatnya. Namun, keberhasilan melawan ancaman ini bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan kesadaran masyarakat.
COVID-19 mungkin tak lagi mendominasi tajuk utama, tapi seperti yang kita sadari hari ini: virus ini belum benar-benar pergi.