Voxasia.id – Industri kecantikan global tengah mengalami revolusi besar dengan meningkatnya partisipasi pria. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka semakin terjun ke dalam “kerajaan kecantikan” bernilai miliaran dolar, mematahkan batasan gender dan mendorong pertumbuhan pesat pasar ini.
Laporan The Guardian menyebut, “Kosmetik telah berubah menjadi alat kekuasaan bagi para alpha,” menyoroti bagaimana tren ini tidak hanya mencerminkan inklusivitas tetapi juga memperkuat stereotip tertentu. Salah satu contoh adalah penyanyi Joe Jonas yang pada tahun 2022 mendukung Xeomin, alternatif Botox yang dipromosikan sebagai “perawatan diri tanpa gender.” Sementara itu, selebritas lain seperti Pharrell, Machine Gun Kelly, Harry Styles, dan Dwayne “The Rock” Johnson juga memanfaatkan booming ini dengan meluncurkan lini produk kecantikan mereka sendiri.
Tekanan visual dari media sosial juga memainkan peran besar. Dunia digital yang semakin berfokus pada estetika kini mendorong semua kalangan—mulai dari orang tua, anak-anak, hingga hewan peliharaan—untuk memperhatikan penampilan. Hal ini tercermin dalam data American Society of Plastic Surgeons, yang mencatat peningkatan 5,5% dalam penggunaan Botox oleh pria di Amerika Serikat antara 2022 dan 2023. Prosedur kosmetik lain pada pria juga naik sebesar 8%, dengan 52% pria Amerika kini menggunakan produk perawatan kulit—angka yang melonjak 68% dari tahun sebelumnya.
Namun, partisipasi ini tidak berhenti pada perawatan kulit saja. Banyak pria menjalani prosedur ekstrem seperti memperpanjang kaki untuk menambah tinggi badan, memperbaiki gigi dengan veneer, atau transplantasi rambut di luar negeri. Pasar kosmetik pria global, yang kini bernilai $90 miliar, diproyeksikan akan tumbuh menjadi $115,3 miliar pada tahun 2028.
Chris Danton, salah satu pendiri konsultan In Good Co, mengatakan bahwa tren ini tidak hanya fenomena generasi muda. “Secara anekdot, saya melihat pergeseran ini pada lebih dari separuh ayah yang saya kenal,” ungkapnya.
Namun, alih-alih menjadi alat pembebasan dari norma gender yang kaku, tren ini justru sering memperkuat standar kecantikan yang menindas. Istilah-istilah seperti “looksmaxxing” menggantikan kata kecantikan, “scentmaxxing” untuk parfum, sementara konsumsi suplemen kulit disebut “biohacking.” Bahkan, anti-penuaan kini dipasarkan sebagai bagian dari “umur panjang.”
Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun partisipasi pria dalam industri kecantikan membawa perubahan besar, ada pertanyaan mendasar yang perlu dijawab: Apakah tren ini akan membantu menghancurkan norma-norma gender yang kaku atau justru memperkuat standar sosial yang berat sebelah?