Lingkungan

Kontroversi Pagar Laut Tangerang: Antara Kepentingan Ekonomi dan Keberlanjutan Ekosistem

×

Kontroversi Pagar Laut Tangerang: Antara Kepentingan Ekonomi dan Keberlanjutan Ekosistem

Sebarkan artikel ini


TANGERANG, voxasia.id– Polemik mengenai pagar laut Tangerang terus menuai perhatian publik. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahin mengonfirmasi bahwa area pagar laut tersebut telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Namun, kontroversi tidak berhenti pada legalitas administrasi semata, melainkan juga merambah pada aspek lingkungan dan sosial.

Menurut data yang dihimpun, area pagar laut Tangerang memiliki total 263 bidang bersertifikat HGB dan 17 bidang bersertifikat Hak Milik (SHM). Mayoritas sertifikat HGB dipegang oleh PT Intan Agung Makmur (234 bidang), disusul oleh PT Cahaya Inti Sentosa (20 bidang), dan pemilik perorangan (9 bidang). Sementara itu, 17 bidang SHM juga ditemukan di area ini.

Tanpa Izin dan Rekomendasi Pemerintah Daerah
Keberadaan pagar laut pertama kali dilaporkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada 14 Agustus 2024, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan lapangan pada 19 Agustus 2024. Pagar laut ini membentang sepanjang tujuh kilometer dengan tinggi enam meter, membentuk labirin di tengah laut.

Ironisnya, berdasarkan temuan DKP, pembangunan pagar ini tidak memiliki rekomendasi atau izin dari kepala daerah setempat. Hal ini memicu perdebatan mengenai legalitas proyek yang berpotensi melanggar aturan tata ruang dan perizinan.

Pada 18 September 2024, Kepala DKP Banten Eli Susiyanti bersama tim melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) untuk melakukan patroli. Hasilnya, DKP menginstruksikan agar seluruh aktivitas pemagaran dihentikan karena dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Dampak Sosial dan Ekologis
Keberadaan pagar laut ini memberikan dampak signifikan bagi 21.950 warga di sekitar area, terutama nelayan lokal yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut. Selain itu, pagar ini berpotensi mengganggu ekosistem laut, termasuk terumbu karang dan jalur migrasi ikan.

Sementara itu, Kepala DKP Banten menegaskan bahwa area pagar laut ini masuk dalam zona pemanfaatan laut yang harusnya dikelola untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan korporasi semata.

Tantangan Penegakan Hukum
Kasus pagar laut Tangerang menjadi ujian bagi pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan. Di satu sisi, keberadaan sertifikat HGB dan SHM menunjukkan adanya legalitas administratif. Namun, di sisi lain, tidak adanya izin kepala daerah dan dampak negatif yang ditimbulkan menjadi dasar kuat untuk melakukan evaluasi terhadap proyek ini.

Tim redaksi vioxasia.id akan terus memantau perkembangan kasus ini.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *