Jakarta, voxasia.id- Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memangkas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 306,69 triliun memicu beragam reaksi. Pemangkasan ini sebagian besar dialihkan untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dianggap memiliki dampak langsung bagi masyarakat, terutama dalam mengatasi masalah gizi buruk yang masih menjadi tantangan di berbagai wilayah.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan anggaran negara lebih efisien dan terfokus pada program-program yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. “Presiden Prabowo telah menginstruksikan untuk mengarahkan anggaran pada sektor-sektor yang bisa memberikan dampak langsung, seperti program makan bergizi gratis,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers pada Jumat, 24 Januari 2025.
Namun, keputusan ini tidak lepas dari kritik dan kekhawatiran. Program MBG yang bertujuan mengatasi masalah gizi buruk tentu memiliki niat yang baik. Namun, dengan pemangkasan anggaran yang cukup besar, banyak yang mempertanyakan apakah pengalihan dana ini benar-benar akan efektif, mengingat tantangan dalam distribusi dan pengelolaan yang memadai. Ketimpangan dalam distribusi makanan bergizi di berbagai daerah, terutama di wilayah yang sulit dijangkau, bisa menjadi masalah serius. Belum lagi, potensi penyalahgunaan anggaran yang bisa mengurangi dampak positif program tersebut.
Lebih lanjut, pemangkasan anggaran untuk kegiatan-kegiatan seperti rapat, seminar, dan perjalanan dinas yang dianggap kurang berdampak langsung pada masyarakat menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Meski efisiensi anggaran ini dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan, keputusan untuk memangkas sektor-sektor ini berisiko mengganggu koordinasi dan efektivitas pengambilan kebijakan yang diperlukan dalam menjalankan pemerintahan. Rapat dan seminar, meskipun sering dipandang sebagai pemborosan, kadang kali menjadi sarana penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan produktif.
Di sisi lain, langkah efisiensi ini juga berisiko merugikan sektor-sektor vital lainnya yang berperan penting dalam pembangunan jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Jika anggaran untuk sektor-sektor ini dikurangi demi mendanai program MBG, pemerintah harus siap menghadapi dampak negatifnya, seperti keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur atau penurunan kualitas layanan publik yang seharusnya menjadi prioritas.
Dengan pemangkasan anggaran yang signifikan ini, banyak pihak yang mempertanyakan apakah langkah ini benar-benar membawa manfaat yang maksimal atau justru menciptakan ketidakseimbangan dalam alokasi sumber daya negara. Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang dipangkas benar-benar dapat dialihkan dengan bijaksana tanpa mengabaikan sektor-sektor yang sangat penting bagi pembangunan jangka panjang. Efisiensi anggaran bukan hanya soal mengurangi pemborosan, tetapi bagaimana mengalokasikan dana dengan tepat, transparan, dan terukur untuk kemajuan bangsa.