JAKARATA – Pemerintah Indonesia melaporkan total realisasi investasi swasta di Ibu Kota Nusantara (IKN) telah mencapai Rp 58,4 triliun hingga tahap groundbreaking ke-8. Proyek-proyek ini mencakup sektor kesehatan, pendidikan, properti, hingga teknologi, dengan insentif pajak yang sangat kompetitif. Namun, meski angka ini tampak impresif, realitas di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas proyek tersebut masih berada pada status “belum dibangun,” yang memunculkan sejumlah pertanyaan terkait efektivitas strategi pembangunan dan insentif yang diberikan.
Ketimpangan antara Komitmen dan Implementasi
Dari 48 proyek investasi yang tercantum, hanya segelintir yang telah mencapai tahap operasional, seperti Swissôtel Nusantara, RS Hermina, dan RS Mayapada. Sebagian besar proyek lainnya bahkan belum memulai konstruksi, seperti Pakuwon Nusantara Superblock, SUN Hub, dan proyek-proyek perbankan serta pendidikan besar lainnya. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan antara komitmen investasi dan implementasi di lapangan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait kemampuan investor dan pemerintah dalam merealisasikan visi besar IKN sebagai kota masa depan yang modern dan berkelanjutan. Proyek-proyek yang mangkrak atau tertunda dapat merugikan citra IKN sebagai magnet investasi global.
Efektivitas Insentif Pajak Dipertanyakan
Pemerintah telah menggelontorkan berbagai insentif bagi investor melalui PP Nomor 12 Tahun 2023, seperti pembebasan pajak penghasilan badan (PPh) selama 10 tahun, penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) impor, dan bea masuk sebesar 0%. Namun, insentif ini tampaknya belum cukup untuk mempercepat realisasi pembangunan.
Pemberian insentif tanpa diimbangi dengan pengawasan ketat dan strategi implementasi yang konkret dapat memunculkan risiko moral hazard, di mana investor memanfaatkan keuntungan insentif tanpa berkomitmen untuk menyelesaikan proyek. Selain itu, penghapusan pajak hingga 10 tahun juga berpotensi mengurangi pendapatan negara dalam jangka pendek tanpa kepastian manfaat jangka panjang.
Risiko Lingkungan dan Sosial
Selain aspek ekonomi, banyak proyek di IKN, seperti superblock, hotel mewah, dan kawasan komersial, berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial. Pembangunan yang masif memerlukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang mendalam, terutama karena IKN berada di Kalimantan Timur, yang merupakan kawasan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi.
Dikhawatirkan bahwa percepatan pembangunan tanpa perencanaan lingkungan yang matang dapat mengancam keberlanjutan ekosistem sekitar. Proyek “Pulau Suaka Orang Utan,” misalnya, perlu dipastikan tidak hanya menjadi alat pencitraan, tetapi benar-benar berdampak positif bagi konservasi satwa liar.
IKN sebagai proyek strategis nasional memiliki potensi besar untuk membawa Indonesia ke level global. Namun, dengan mayoritas proyek yang belum dibangun, ambisi ini masih terancam menjadi wacana kosong. Tanpa langkah konkret untuk mempercepat progres pembangunan, IKN berisiko menjadi proyek mangkrak berskala besar yang membebani anggaran negara dan mencederai kepercayaan publik.