Jakarta, 26 Mei 2025 — Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan pentingnya mempercepat pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Menurutnya, inisiatif ini bukan sekadar program ekonomi, melainkan upaya strategis menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan berbasis nilai-nilai Ekonomi Pancasila.
Dengan menggenggam buku Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, Rieke memulai pidatonya dengan nada serius. Buku ini, menurutnya, adalah warisan pemikiran kolektif bangsa sejak 1957 yang menekankan pentingnya koperasi desa sebagai penggerak pembangunan ekonomi rakyat.
“Ini bukan buku biasa. Ini adalah hasil kerja 513 anggota MPR pertama, dan lebih dari 600 pakar nasional,” ujar Rieke sambil mengangkat buku tersebut di hadapan peserta rapat.
Koperasi Desa: Jalan Demokratisasi Ekonomi dari Akar Rumput
Rieke mengungkap bahwa sejak 2013 dirinya ditugaskan langsung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk mengkaji mendalam isi buku pembangunan semesta berencana. Hasilnya, pada 2023, dokumen tersebut ditetapkan sebagai memori kolektif bangsa dan rujukan utama dalam penyusunan INPRES Nomor 9 Tahun 2025 tentang Koperasi Desa Merah Putih.
Koperasi desa, lanjut Rieke, wajib hadir di setiap desa. Ia bukan hanya sebagai badan usaha, tetapi sebagai alat pelaksanaan demokrasi ekonomi, bagian dari sistem pembangunan nasional, serta sarana memenuhi lima hak konstitusional rakyat: sandang, pangan, papan; pendidikan; kesehatan; perlindungan hukum; dan lingkungan hidup.
Strategi Hadapi Tekanan Global: Ekonomi Berbasis Desa
Dalam pidatonya, Rieke menyinggung situasi global yang menekan ekonomi nasional. Ia menyebut kerja sama Indonesia-Tiongkok yang baru ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 25 Mei 2025 sebagai peluang besar bagi kebangkitan ekonomi desa.
Namun, ia mengingatkan pentingnya data yang akurat. “Kita perlu sistem informasi berbasis data presisi: aktual, akurat, dan relevan,” tegasnya. Dengan demikian, koperasi desa dapat berjalan berdasarkan realitas sosial ekonomi masing-masing wilayah.
Pembiayaan Negara untuk Koperasi: Legal dan Ideologis
Rieke juga membantah anggapan bahwa negara tidak boleh membiayai koperasi. Dalam dokumen pembangunan semesta berencana, disebutkan bahwa negara boleh dan bahkan harus memberi bantuan dengan prinsip “to help the people to help himself” — membantu rakyat agar bisa menolong diri sendiri.
Menurutnya, koperasi bukan BUMN atau swasta, tetapi alat negara untuk menjamin ekonomi rakyat.
Rekomendasi Konkrit untuk Pemerintah
Dalam akhir penyampaiannya, Rieke memberikan enam rekomendasi strategis kepada Kementerian Koperasi dan UKM:
- Menyusun roadmap koperasi Merah Putih dari hulu ke hilir.
- Memperkuat data desa berbasis sistem informasi presisi.
- Merancang skema pembiayaan koperasi, termasuk dari APBN, BUMN, dan dana desa.
- Menginventarisasi aset negara dan desa untuk diintegrasikan ke dalam koperasi.
- Menginventarisasi aset negara dan desa untuk diintegrasikan ke dalam koperasi.
- Merevisi UU No. 25 Tahun 1992 agar selaras dengan semangat koperasi sebagai penyalur subsidi negara.
Ia juga menegaskan perlunya pengawasan ketat dan keterlibatan DPR dalam proses sosialisasi dan pelaksanaan program ini.
“Legasi atau Gagal Total?”
Rieke menutup pernyataannya dengan peringatan keras. Jika koperasi desa Merah Putih berhasil, itu menjadi legasi ekonomi Indonesia berbasis Pancasila. Namun jika gagal, ia menuntut pertanggungjawaban penuh dari jajaran Kementerian Koperasi.
“Kalau gagal, maka jajaran Kementerian Koperasi dan UKM harus bertanggung jawab dunia akhirat,” ucapnya lantang.
Pidato Rieke Diah Pitaloka bukan sekadar kritik, tetapi seruan serius untuk kembali pada akar ideologi bangsa — menjadikan koperasi sebagai jalan utama mewujudkan keadilan sosial dari desa untuk Indonesia.